MAKALAH
PEMILU DAN PARTAI POLITIK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara
Yang
dibimbing oleh Bapak Martoyo
Disusun
oleh:
KELOMPOK
IV
Muhammad Mahmudi (083111038)
Luthfiatun
Nafisah (083 111 046)
Romiyati (083
111 043)
Masriful
Huda (083 111 000)
Hariv
Ahmad Uyuni (083 111 000)
Kelas B2
Semester IV
Al-Ahwal
Al-syakhsiyah
Syariah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JEMBER
2013
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis sampaikan kehadirat Allah SWT. Karena berkat
limpahan rahmat serta inayah-Nya, maka kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam selalu tercurah
limpahkan kepada penutup para nabi, yakni Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membimbing kita menuju jalan yang benar yakni Agama Islam.
Makalah yang berjudul Pemilu
dan partai politik disusun dalam
rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara yang dibimbing
oleh bapak Martoyo.
Dengan selesainya penyusunan makalah ini diharapkan banyak memberikan manfaat bagi para pembaca.
Meskipun kami sadari makalah ini masih diperlukan penyempurnaan. Oleh sebab
itu, dalam rangka penyempurnaan makalah ini kami selalu mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca.
Akhirnya,
kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, kami
ucapkan terima kasih.
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI.................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah..........................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2
A.
Makna Pemilu............................................................................... 2
B.
Makna Partai Politik..................................................................... 5
C.
Kilas balik Pemilu di Indonesia.................................................... 6
D.
Kilas Balik Partai Politik.............................................................. 8
E.
Hubungan pemilu dan Partai Politik............................................ 8
F.
Dasar yuridis Pemilu di Indonesia............................................... 9
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 10
A. Kesimpulan ................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem
multi partai yang ada di Indonesia mempunyai sisi negative dan positif, sisi
positifnya yaitu dapat menumbuhkan rasa kebangsaan dan dan kesadaran politik,
sedangkan sisi negatifnya yaitu terdapat perbedaan strategi diantara
partai-partai dalam berjuang sehingga terjadi konflik antar partai yang sulit
dihindarkan.
Upaya
membangun demokrasi dari bawah melalui partai partai memang bukan pekerjaan yang
mudah , idealnya kekuasaan dibangun dari bawah, dan ini sejalan dengan asas
kedaulatan rakyat dan system politik yang demokratis.
Membangun
sistem poltik demikratis di Indonesia memang banyak kendala. Mungkin demokrasi
berkaitan erat dengan tingkat pendidikan serta tingkat kesejahteraan sosial
ekonomi.
B.
Rumusan Masalah
1. Makna Pemilihan Umum
2. Makna Partai Politik
3. Kilas Balik Pemilihan Umum Di Indonesia
4. Kilas Balik Partai Politik Di Indonesia
5.
Hubungan Antara Pemilihan Umum Dan Partai Politik
6.
Dasar yuridis Pemilu di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Pemilihan Umum
Pemilihan
umum merupakan salah satu sendi untuk tegaknya sistem politik demokrasi. Oleh
karena itu, tujuan pemilihan umum adalah untuk mengimplementasikan
prinsip-prinsip demokrasi dengan cara memilih wakil-wakil rakyat di Badan
Perwakilan rakyat, dalam rangka mengikut sertakan rakyat dalam kehidupan ketatanegaraan.[1] Mengenai
sistem pemilihan umum, telah diketahui bahwa tidak satupun sistem yang
memuaskan dan benar-benar menjamin keterwakilan.[2] Namun
pemilihan umum tetap di anggap penting karena di dalamnya tertanam asas kedaulatan
rakyat yang tercantum dalam penjelasan umum UUD 1945. Oleh karena itu sistem
negara yang terbentuk harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas
permusyawaratan perwakilan.[3]
Pemilihan
umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya
dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi tersebut adalah suatu keharusan bagi
pemerintah untuk melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan asas bahwa rakyatlah
yang berdaulat, maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk
menentukannya.[4]
Pemilihan umum mempunyai asas-asas, diantara yaitu
:
1.
Asas langsung yaitu: seorang pemilih memberikan suaranya tanpa perantara
orang lain sehingga terhindar dari kemungkinan manipulasi kehendak oleh
perantara.
2.
Asas umum yaitu: setiap warga negara tanpa pandang bulu berhak memiliki
hak pilih dan dipilih.
3.
Asas bebas yaitu: mengandung dua pengertian, pertama bebas dalam
arti bebas untuk menghadiri atau tidak menghadiri pemilihan umum. Kedua bebas
dalam arti bebas dari paksaan, intimidasi, dan kelakuan sewenang-wenang dari
pihak manapun.
4.
Asas rahasia yaitu: asas yang merujuk pada situasi dalam mana setiap
pemilih memberikan suaranya tanpa diketahui oleh siapapun.
5.
Asas jujur yaitu: setiap tindakan pelaksanaan pemilu dilakukan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan etika dan muralitas
masyarakat.
6.
Asas adil yaitu: setiap warga negara berhak memilih dan dipilih serta
diperlakukan secara sama dan setara.
7.
Asas akuntabel yaitu: setiap pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
pemilu harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan kewenangannya kepada
publik baik secara politik maupun secara
hukum.
8.
Asas edukatif yaitu: setiap warga negara diberi informasi tentang
seluruh tahapan pelaksanaan pemilu selengkap mungkin sehingga pemilih dapat
mengambil keputusan berdasarkan kuantitas dan kualitas informasi yang memadai.
Dalam pemilihan umum terdapat dua macam hak pilih
yaitu:
1.
Hak pilih aktif atau hak untuk memilih
2.
Hak pilih pasif, yaitu hak untuk dipilih menjadi anggota Badan
Perwakilan rakyat.
Sehubungan dengan
pola pengisian anggota lembaga perwakilan rakyat maka di kenal dengan adanya
sistem pemilihan umum, sistem pemilihan dapat di golongkan kedalam dua sistem
yaitu :
1. Sistem pemilihan organis
Yaitu mengisi keanggotaan lembaga perwakilan rakyat
melalui pengangkatan atau penunjukan.[5] Dalam
sistem organis rakyat di pandang sebagai sejumlah individu yang hidup
bersama-sama dalam beraneka warna persekutuan hidup. Persekutuan hidup inilah
sebagai hak untuk mengutus wakil-wakil kepada perwakilan masyarakat.[6] Menurut
sistem pemilihan organis lembaga perwakilan rakyat hanya merupakan lembaga
perwakilan persekutuan-persekutuan hidup, yaitu hanya berfungsi untuk
mengurus kepentingan-kepentingan khusus dari persekutuan-persekutuan hidup yang
ada dalam masyarakat.
2. Sistem pemilihan mekanis
Pemilihan mekanis disebut juga pemilihan umum.
Sistem ini mengutamakan individu sebagai pengendali hak pilih aktif dan
memandang rakyat sebagai suatu massa individu yang masing-masing mengeluarkan
satu suara (untuk dirinya sendiri) dalam setiap pemilihan umum.[7] Di dalam
sistem ini dikenal dengan adanya dua sistem pemilihan umum, yaitu:
a. Sistem pemilihan distrik
Dinamakan sistem distrik karena wilayah negara dibagi
dalam distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota badan
perwakilan rakyat yang dikehendaki.[8] Atau
disebut juga sistem pemilihan yang wilayah negeranya dibagi atas
distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang tersedia
di parlemen.[9]
b. Sistem pemilihan proporsional
Sistem pemilihan proporsional ialah sistem dimana
persentase kursi di Badan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap
partai politik sesuai dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap
partai.[10] Atau
disebut juga sistem pemilihan dimana kursi yang tersedia di parlemen dibagikan
kepada partai-partai politik sesuai imbangan perolehan suara yang di dapat oleh
partai politik tersebut. Oleh karena itu sistem ini disebut juga dengan “sistem
berimbang”.[11]
B.
Makna Partai Politik
Pemilihan
umum hampir-hampir tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran partai-partai
politik di tengah masyarakat. Keberadaan partai juga merupakan salah satu wujud
nyata pelaksanaan asas kedaulatan rakyat. Sebab dengan pertai poltik itulah
segala aspirasi rakyat yang beraneka ragam dapat disalurkan secara teratur.[12] Maka
secara otomatis partai politik berkembang menjadi penghubung antara rakyat
disatu pihak dan pemerintah dipihak lain.[13]
Dalam
kehidupan politik ketatanegaraan suatu negara, pada prinsipnya dikenal adanya
tiga sistem kepartaian, yaitu:
1. Sistem partai tunggal.
Istilah ini dipergunakan untuk partai politik yang
benar-benar merupakan satu-satunya partai politik dalam suatu negara, maupun
partai politik yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai
politik lainnya.
2. Sistem dua partai.
Dalam sistem ini partai-partai politik dibagi
kedalam partai politik yang berkuasa (karena menang dalam pemilihan umum) dan
partai oposisi (karena kalah dalam pemilihan umum).
3. Sistem banyak partai.
Pada umumnya sistem kepartaian semacam ini muncul
karena adanya keanekaragaman sosial budaya dan politik yang terdapat di dalam
suatu negara.
Jika
kedaulatan berada di tangan rakyat, maka kekuasaan politik harus dibangun dari
bawah dan rakyat harus diberikan kebebasan untuk mendirikan partai-partai politik.
Memang kebebasan mendirikan partai tanpa batas dapat menimbulkan berbagai
persoalan, maka partai-partai tersebut harus bisa memainkan peranannya secara
wajar dan optimal sebagai wahan penyalur aspirasi rakyat maupun sebagai sarana
membangun pemerintahan demokratis dari bawah.[14]
Oleh sebab
itu, tidak ada salahnya jikalau keberadaan partai politik di pergunakan untuk
mewujudkan tatanan kehidupan kenegaraan yang lebih beradab.
C.
Kilas Balik Pemilihan Umum Di Indonesia
Indonesia
telah menyelenggarakan 8 (delapan) kali pemilu, sejak pemilu 1 tahun 1955
perkembangan untuk mencapai masyarakat yang demokratis masih nampak suram.
Walaupun banyak orang mengatakan pemilu 1955 dan 1999 adalah pemilu yang
demokratis namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil pemilu dari kedua penyelenggaraan
pemilu tersebut tidak cukup signifikan untuk dipergunakan sebagai tolak ukur
proses perjalanan sistem demokratis yang diidam-idamkan. Banyak analisis
politik mengatakan pemilu 1955 merupakan pemilu yang paling demokratis, padahal
sesungguhnya merupakan bentuk kompromi politik sukarno terhadap berbagai
tekanan yang muncul dari TNI soal otoritas pemerintahan yang korup dan nepotis
serta percekcokan antar partai. Hal ini juga terjadi pada pemilu 1999, karena
pemilu 1999 ditandai dengan ambruknya legitimasi rezim orde baru. Kondisi
semacam inilah yang kemudian mengakibatkan munculnya kompromi-kompromi dikalangan
elit politik setelah jatuhnya presiden suharto.[15]
Pemilu 1999,
baru langkah awal dan belum mampu menjadi sarana partisipasi politik rakyat.
Harusnya, pemilu merupakan aktualisasi nyata demokrasi dimana rakyat bisa
menyatakan kedaulatannya terhadap negara dan pemerintahan. Melalui pemilu ini
rakyat menentukan siapa yang menjalankan dan mengawasi jalannya pemerintahan
negara. Disini rakyat memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakilnya.
Hanya saja persiapan pemilu 1999 perangkat perundang-undangnya masih memihak
dan tidak mencerminkan amanat reformasi.[16]
Tidak dapat
dipungkiri juga bahwa pemilu 1999 memang lebih demokratis namun pelaksanaan
yang demokratis tersebut tidak diimbagi dengan kelanjutan mekanisme sistem
ketatanegaraan yang demokratis pula. Karena terjadi konflik antar eksekutif dan
legislatif yang semakin memuncak.[17]
Sehingga pemilu 1999 hanya bermakna demokris yng semu, rakyat sebagai subyek
utama prinsip kedaulatan rakyat masih tetap diletakkan sebagai obyek dari
partai-partai politik dalam menancapkan hegemoninya untuk melanggenggkan
kekuasaan.
Pada tahun
2004, bangsa Indonesia mendapat ujian berat karena disibukkan dengan banyaknya jadwal
pemilihan mulai dari pemilu anggota DPR, DPD, DPRD sampai dengan pemilu
presiden dan wakil presiden. Dan untuk pertama kalinya perselisihan hasil
pemilu legislatif 2004 diadili dan diputus oleh Mahkamah konstitusi (MK).[18]
D.
Kilas Balik Partai Politik Di Indonesia
Keberadaan
partai politik di Indonesia dimulai sejak pemerintah Hindia Belanda yaitu:
politik etis pada tahun 1908, kemudian Budi Utomo tergerak untuk ikut serta
dalam kehidupan ketatanegaraan melalui organisasi kemasyarakatan. Setelah
kemerdekaan Indonesia menganut sistem multi partai yang di tandai dengan
munculnya 24 partai politik.
Menjelang
pemilu 1955 terdapat 70 partai politik. Pemilu ini dipergunakan untuk memilih
anggota konstituante yang bertugas untuk merumuskan UUD yang akan menggantikan
UUDS 1950 dan memilih DPR. Pada tahun 1959, dilakukan penyederhanaan sistem
kepartaian di Indonesia yaitu:
a.
Penpres no 7 tahun 1959 dan Penpres no 13 tahun 1960 mengatur tentang
pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai politik.
b.
Membubarkan PSI dan MASYUMI pada tahun 1960.
Pada tanggal
14 april 1961 hanya sembilan partai yang mendapat pengakuan. Gagasan
penyederhanaan kehidupan kepartaian ini tidak hanya mengandung arti pengurangan
jumlah partai politik tetapi juga melakukan perombakan sikap dan pola kerja
dari partai-partai tersebut.
E.
Hubungan Pemilihan Umum Dan Partai Politik
Pemilihan
umum dan partai politik adalah dua hal yang saling terkait, yang mana partai
politik ini adalah imbas dari adanya pemilihan umum. Di Indonesia, partai
politik merupakan salah satu bentuk kedaulatan rakyat yang kedaulatan ini di
wujudkan dalam pemilihan umum. Karena pemilihan umum adalah salah satu bentuk
demokrasi yang dianut oleh negara ini.
F.
Dasar Pijakan Yuridis Pemilu Di Indonesia
1. Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan kedaulatan
ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
2. Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan persiden dan wakil
presiden memegang jabatannya selama 5 tahun dan sesudanya dapat dipilih
kembali.
3. Pasal 19 UUD 1945, susunan DPR ditetapkan dengan
Undang-Undang.
Setelah lahirnya UU no 15 tahun 1969 dan UU no 16 tahun 1969 pemilu
berikutnya menggunakan dasar yuridis diantaranya:
1. UU no 4 tahun 1975.
2. UU no 5 tahun 1975.
3. UU no 2 tahun 1980 tentang pemilihan umum tentang anggota
badan permusyawaratan atau perwakilan rakyat.
4. UU no 1 tahun 1985.
5. UU no 2 tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan
MPR,DPR dan DPRD.
6. UU no 3 tahun 1999 tentang pemilu.
7. UU no 12 tahun 2003 tentang pemlihan umum tentang
DPR, DPD dan DPRD.[19]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika
kedaulatan berada di tangan rakyat, maka kekuasaan politik harus dibangun dari
bawah dan rakyat harus diberikan kebebasan untuk mendirikan partai-partai
politik. Memang kebebasan mendirikan partai tanpa batas dapat menimbulkan
berbagai persoalan, maka partai-partai tersebut harus bisa memainkan peranannya
secara wajar dan optimal sebagai wahan penyalur aspirasi rakyat maupun sebagai
sarana membangun pemerintahan demokratis dari bawah.
Oleh sebab
itu, tidak ada salahnya jikalau keberadaan partai politik di pergunakan untuk
mewujudkan tatanan kehidupan kenegaraan yang lebih beradab.
Pemilihan
umum dan partai politik adalah dua hal yang saling terkait, yang mana partai
politik ini adalah imbas dari adanya pemilihan umum. Di Indonesia, partai
politik merupakan salah satu bentuk kedaulatan rakyat yang kedaulatan ini di
wujudkan dalam pemilihan umum. Karena pemilihan umum adalah salah satu bentuk
demokrasi yang dianut oleh negara ini.
DAFTAR PUSTAKA
Cipto
handoyo, Hestu. 2003. Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan Dan Hak Asasi
Manusia. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya.
Huda, Nikmatul. 2009. Hukum Tatanegara Indonesia. Jakarta :
Rajawali pers.
Izha mahendra, yusril.
1996. Dinamika Tatanegara Indonesia. Jakarta : Gema insani Press.
Kusnardi. 1988. Pengantar
Tata Negara Indonesia. Jakarta : PD Budi Chaniago.
[1] Hestu cipto handoyo, hukum tata negara, kewarganegaraan dan hak
asasi manusia, (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2003), 208.
[2] Yusril izha mahendra, dinamika tatanegara Indonesia, (Jakarta :
Gema insani Press, 1996), 207.
[3] mahendra, dinamika tatanegara Indonesia, 203.
[4] Kusnardi, Pengantar tata negara Indonesia, (Jakarta : PD Budi
Chaniago, 1988), 329.
[5] handoyo, hukum tata negara, kewarganegaraan dan hak asasi manusia,
210.
[6] Nikmatul huda, hukum tatnegara Indonesia, (Jakarta : Rajawali
pers, 2009), 270.
[7] Kusnardi, Pengantar tata negara Indonesia, 333.
[8] Kusnardi, Pengantar tata negara Indonesia, 335.
[9] Nikmatul huda, hukum tatnegara Indonesia, 273.
[10] Kusnardi, Pengantar tata negara Indonesia, 338.
[11] Nikmatul huda, hukum tatnegara Indonesia, 271.
[12] mahendra, dinamika tatanegara Indonesia, 204.
[13] handoyo, hukum tata negara, kewarganegaraan dan hak asasi manusia, 224.
[14] mahendra, dinamika tatanegara Indonesia, 204.
[15] handoyo, hukum tata negara, kewarganegaraan dan hak asasi manusia, 223.
[16] Nikmatul huda, hukum tatnegara Indonesia, 276.
[17] handoyo, hukum tata negara, kewarganegaraan dan hak asasi manusia, 223.
[18]Nikmatul huda, hukum tatnegara Indonesia, 277.
[19] Nikmatul huda, hukum tatnegara Indonesia, 264 dan 267.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar